Minggu, 30 Agustus 2009

Memaknai Kemerdekaan


SUDAHKAH kita merdeka dalam arti kata yang sesungguhnya? Sebagian masyarakat Indonesia (dan Bima) seringkali lantang menyatakan belum. Lontaran itu bisa dibaca dalam berbagai pendapat dan pemberitaan media massa. Alasannya antara lain karena membandingkan, berbagai ketinggalan dibandingkan dengan daerah atau wilayah lainnya. Misalnya, beraspal mulus, sudah dimasuki jaringan listrik, dan fasilitas lainnya.
Secara riil, Indonesia sudah membebaskan diri dari belenggu penjajahan dan memroklamirkan diri pada 17 Agustus 1945 setelah melewati perjuangan panjang dan melelahkan. Perjuangan itu kini sudah berjarak 64 tahun. Saatnya, makna kemerdekaan itu digugat bersama. Terus-menerus direnungkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kemerdekaan yang diraih dengan air mata dan darah itu mesti dielaborasi oleh generasi hari ini, menjadikannya titik tolak baru untuk memantapkan tekad dan semangat membangun bangsa yang beradab.
Selain itu, kemerdekaan itu harus mampu menjadi ruh baru bagi upaya memerangi tindakan dan perilaku menyimpang. Mereka yang merugikan negara atau berperilaku menyimpang adalah pengkhianat kemerdekaan. Pengkhianat para pahlawan. Kemerdekaan ini, sejatinya harus dijabarkan dalam tekad bersama menghapus ketidakadilan, korupsi, dan penyimpangan lainnya.
Bagi para penguasa, keteladanan sikap dan perilaku serta kegigihan memerjuangkan kesejahteraan rakyat adalah sebagian dari cara memaknai kemerdekaan. Rakyat menanti idealitas sikap seperti itu. Keteladanan itu (terus) ditunjukkan di depan rakyat--untuk sebagian tujuan--agar mereka percaya bahwa para pemimpin mereka sesungguhnya sedang dalam jalur yang memihak kepentingan rakyat. Bukan sebaliknya, dalam posisi mengangkangi hak-hak mereka.
Mari kita jadikan momentum perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-64 Kemerdekaan RI sebagai titik berangkat baru memotivasi menggelorakan semangat membangun. Kemerdekaan itu adalah jalan baru yang memerdekakan rakyat dalam berbagai dimensi kehidupan. Bebas dari rasa takut, bebas dari kemiskinan, bebas dari ketidakadilan, dan bebas dari pemasungan hak-hak mendasar yang seharusnya dimiliki rakyat.
Kita impikan, Indonesia hari ini seperti dalam sketsa awal para ‘founding father’ yakni negeri yang maju dan sejahtera. Negeri yang kaya potensi ini menanti sentuhan yang lebih berarti. Ya, dari kita semua. Agar kemerdekaan itu bermakna! Semoga. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar