Rabu, 27 Januari 2010

Positifnya Berpikir Negatif


Kali ini saya sebaliknya, menyinggung positifnya dari berpikir negatif yang sangat dihindari pada pemikir positif. Tentu saja saya akan menyampaikan bahwa berpikir negatif berlebihan tidak baik, tetapi berpikir negatif dalam kadar yang sewajarnya akan baik. Berpikir negatif akan membuat seseorang waspada, kritis dan selalu memikirkan hal lain yang tidak dipikirkan rata-rata oleh pemikir positif. Ini mungkin akibat berpikir kritis. Berpikir negatif bisa membuat kita tidak kecolongan. Misalnya banyak kasus hipnotis yang terjadi karena melihat orang tersebut baik. Terlena oleh penampilan, gaya bicara dan sikap yang manis.
Berpikir negatif memungkin kita mewaspadai semua orang baru kita kenal. Dengan menyisihkan sedikit saja berpikir negatif yang wajar ditengah berpikir positif yang berlebihan, akan memberikan dampak yang baik. Bisa jadi berpikir negatif juga adalah berpikir sebaliknya. Pikirkan hal-hal lain yang tidak dipikirkan para pemikir positif. Segala sesuatu pasti ada dua sisi, salah satu sisinya harus seimbang dengan sisi yang lainnya. Nah.. berpikir negatif dalam kadar yang wajar memungkinkan keseimbangan dalam berpikir positif.
Seperti Yin dan Yan saja, dimana kedua sisinya berdampingan tetapi tidak saling mengalahkan atau memenangi. Menyeimbangkan berpikir positif dengan negatif, rasanya bukan hal yang mustahil. Dengan berpikir kritis, setiap pemikir positif akan mendapatkan sisi lain yang sama bergunanya. (Iden Wildensyah,
| 23 Januari 2010 | 15:44)

Negatifnya Berpikir Positif!


Banyak pakar tentang berpikir positif yang sudah saya baca, semuanya baik dan tidak ada yang tidak baik. Berpikir positif mulai dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar dalam memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Tetapi apakah berpikir positif nyaris tanpa kritik?. Tidak, kenyataannya bagi saya berpikir positif dalam kadar yang berlebihan akan menyebabkan banyak hal negatif.
Negatifnya berpikir positif itu antara lain, lengah, tidak waspada dan terdapat kecenderungan membiarkan begitu saja setiap hal tidak baik yang datang pada diri kita. Sekarang kita coba analogikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika semua warga Indonesia berpikir positif bahwa setiap kebijakan pemerintah itu untuk kebaikan, maka kemungkinan besar tidak akan terjadi kritik-kritik terhadap pemerintah. Bisa jadi pemerintah malah asik dengan dunia mereka sendiri, bisa jadi korupsi semakin merajalela dlsb. Misalnya kasus terhangat Bank Century, Jika semua rakyat Indonesia berpikir positif ” Ya sudah, kita terima saja kebijakan itu sebagai langkah baik untuk menyelamatkan bangsa dari krisis”. Kalau sudah begini, Pansus tidak akan ada. Tetapi apakah benar bahwa kebijakan itu untuk menyelamatkan dari krisis? inilah pertanyaan negatifnya. Maka muncullah Pansus untuk menelusuri jejak rekam uang sebesar 6,7 Trilyun Rupiah. Jadi tidak baik juga jika berpikir positif berlebihan.
Berpikir Positif baik dalam kadar yang sewajarnya, tidak terlalu kekanan banget sampai mentok. Berpikir positif bisa jadi malah dimanfaatkan orang lain karena kelengahan dan kebaikan kita yang terlalu berpikir positif. Yang mudah, jika kita berpikir positif berlebihan, segala sesuatu yang datang tidak baik kepada kita, cenderung membuat seorang pemikir positif menjadi melankolis. Misalnya begini, “Gagal” kata orang positif berlebihan akan menjadi “Oh saya sedang menunda kesuksesan, saat ini bukan hari yang baik buat saya, saya tahu karena ini adalah kesuksesan yang tertunda”. Kalau orang yang berpikir positif dalam kadar sewajar akan bilang “Saya Gagal, titik, ayo berusaha lagi”. (Iden Wildensyah,
| 23 Januari 2010 | 15:44)

Selasa, 19 Januari 2010

Calon Pengantin Wajib Kursus lho...


Angka perceraian saat ini semakin tinggi. Tingginya angka perceraian, membawa keprihatinan Departemen Agama. Depag pun menyarankan kepada calon pengantin sebelum menikah untuk mengikuti kursus tentang kehidupan perkawinan.
“Peraturan kursus calon pengantin dibuat khusus bagi para calon pengantin untuk meminimalisir angka perceraian yang tinggi serta kekerasan dalam berumah tangga akibat kurangnya pemahaman,” kata Kepala Kantor Wilayah Depag Jatim, Imam Haromain Asyhari saat dikonfirmasi detiksurabaya.com, Selasa (5/1/2010).
Rendahnya pengetahuan calon pengantin tentang kehidupan rumah tangga membuat banyak pasangan memutuskan bercerai jika terjadi persoalan. Kekerasan pun kerap terjadi.
Imam mengungkapkan, kursus calon pengantin yang diberikan berupa pembekalan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan dalam waktu singkat kepada calon pengantin tentang kehidupan rumah tangga.
Tidak hanya itu, kursus calon pengantin yang nantinya akan mendapatkan sertifikat tanda kelulusan yang merupakan salah satu syarat pendaftaran pernikahan.
“Jadi selain dalam kursus yang akan dilaksanakan selama 1X24 jam yang mengahdirkan nara sumber terkait, calon pengantin ini juga akan mendapatkan sertifikat yang merupakan salah satu syarat untuk mendaftarkan pernikahannya,” tandasnya.
Peraturan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam yang bernomor DJ.II/491 tahun 2009 tanggal 10 Desember 2009 ini belum bisa dilaksanakan karena saat ini masih dalam proses sosialisasi. (detikcom - Selasa, 5 Januari)

Tumpukan Bata


Sejak 23 November 2009 lalu, kredit BRI Sape dicairkan untuk pembangunan rumah permanen di wilayah Santi II Barat Kelurahan Santi Kecamatan Mpunda Kota Bima. Durasi kreditnya delapan tahun. BRI menolak untuk masa lima tahun. Itu berarti gaji ibu bakal terkuras, karena sedikit yang tersisa. Lokasi rumah itu pada areal perumahan baru, di tengah denyut Kota Bima, dan dekat dengan akses jalan Gajah Mada. Tepatnya, di pertigaan Masjid An-Nur lingkungan Karara, Monggonao, menuju utara atau memasuki areal persawahan. Gang pertama setelah jembatan, belok kanan. Hanya sekitar 30 meter dari situ.
Tak lama setelah kredit itu diterima dan dibantu kakek-nenek, mulai 11 Desember pembangunan pun dimulai. Pekerjanya dari keluarga sendiri, ada Om Akbar (tukang), Om Jaharudin, dan kakek Abdullah. Ada lagi tenaga baru dari pulau Komodo, NTT, namanya Om Apri, masih keluarga ibu. Kadang Om Firman juga membantu.
Untungnya, ibu juga berbisnis kecil-kecilan bahan bangunan dan barang2 lainnya, sehingga harga lebih murah dan terjangkau. Aku biasanya bolak-balik bersama ibu dan tante2 ke Bima, melihat dari dekat proses pembangunan. Bapak kerap tidur bersama pekerja di tenda darurat pada salah satu ruangan tidur utama. Kalau malam, aku menumpang pada rumah Kak Rara di Monggonao, saudara sepupu dari bapak.
Syukurlah, sekarang rumah itu dah dibantalin bagian atasnya, tinggal memasang kap dan plester. Selain itu, cor lantai 2 di atas dapur n emperan depan. Untuk pembuatan kap, tiga kelapa plus 1 pohon lontar di kebun peninggalan ortu kakek Nae, dipotong. Dua batang pohon kelapa lainnya dibeli di wilayah Lanta Kecamatan Lambu. Katanya kualitas kayunya kuat, ketimbang membeli kayu di toko atau jati yang mahal.
Karena keterbatasan dana, nanti hanya pasang pintu dan teralis saja, lantainya tanah saja deh... Asalkan bisa ditempati, sambil mengumpulkan duit. Ada yang menggembirakan, kami sudah mendapat pasokan arus listrik resmi dari PLN Bima. Sebenarnya dah lama dipasang, tapi menunggu perampungan pembangunan rumah. Doakan ya, semoga semuanya cepat tuntas.