Selasa, 02 Februari 2010

Mbojo Mboto Rewo Mbe'e


Anda pernah ke Bima (Mbojo) awal tahun 2010 ini? Jika pulang kampung sekarang, jangan heran ternak masih bebas berkeliaran. Masih seperti dulu. Tak ada bedanya yang menonjol Bro... Berpacu dengan penataan taman pada sudut-sudut kota. Sudah lama ternak bebas berkeliaran ini dikeluhkan, namun keterbatasan personel Pol PP dan masih rendahnya kesadaran para pemilik adalah dua kata yang menutup gosip dan pembicaraan. Meski sudah ada Peraturan Daerah (Perda) yang melarang melepas ternak pada sembarang tempat, namun aturan hanya sebatas aturan. Dibuat dan untuk selanjutnya dilanggar secara kolektif lagi. Bahkan, kerap memicu kecelakaan lalulintas (Lakalantas). Untuk kepentingan persepsi sebuah kota, Dana Mbojo harus segera berubah sedikit demi sedikit. Ayo bebaskan Mbojo dari ternak yang berkeliaran.

Duh Mbojo-ku...


Seorang teman mengingatkanku akan satu kalimat pendek nan pedas, namun mendarat tepat pada kedua telingaku. Katanya "sampuru mba'a wali, siwe Mbojo na runcu ra ndai na resleting sarowa na". Duh! Apa artinya? Bagi dou Mbojo pasti sudah paham. Prediksi yang menandai mulai runtuhnya moralitas kaum muda di tengah dinamika globalisasi teknologi dan informasi. Kenyataan itu seiring dengan mulai melemahnya peran tokoh masyarakat dan ulama sebagai tangki moral bagi umat. Prediksi itu beralasan, jika melihat fakta yang bergulir hingga terangkai dari satu kasus ke kasus amoral lainnya. Sebaliknya, sisi optimismenya mengental karena masih ada harapan untuk membenahi kondisi yang ada.
Dari konteks yang lebih lokal, sejak akhir tahun 2009, kejadian asusila beruntun menimpa remaja dan pemuda Kecamatan Sape. Siswa SMAN favorit di wilayah itu terlibat kasus video mesum yang memaksanya keluar sekolah, disusul kasus video serupa yang hingga kini masih menjadi bahan tontonan masyarakat Sape dan Bima umumnya. Bahkan, dalam komunitas yang mendunia, karena teknologi video bisa berpindah tempat hanya dalam waktu singkat. Cuplikan video hot dari ujung timur NTB hari ini, bisa diakses oleh masyarakat dunia.
Kasus itu ditengarai akibat pengaruh pergaulan muda-mudi yang kian bebas. Budaya serba boleh (permisivisme) telah meracuni remaja hingga tak lagi mengenal batas. Selain itu, remaja telah kehilangan jati diri.