Selasa, 29 September 2009

Dijerat Infus


Jumat(18/9) sore kondisiku ambruk. Aku diserang muntah-berak atau Muntaber. Dalam sehari bisa mencapai delapan kali. Ortu, kakek-nenek, dan bibiku kelabakan dengan penurunan kondisi tubuhku. Dugaanku, penyebabnya berasal es buah yang dibawa Bapak dan titipan nenek dari doa selamatan kakek H Abdul Khalik. Praktis, menjelang Lebaran semua perhatian tersita padaku.
Dua kali aku dibawa ke Puskesmas Plus Sape, siang dan malam, namun hanya disambut basa-basi perawat jaga. Dokternya entah kemana. Pantas saja keluarga pasien korban kecelakaan lalulintas (Lakalantas) protes. Katanya dalam nada marah dan sengit, fasilitas dan pelayanan rumah sakit seluas lebih dari lapangan bola itu tak sebanding dengan mentereng bangunannya. Aku pun tak mendapat perawatan memadai. Jadilah aku dirawat di rumah saja dengan bantuan pegawai Puskesmas.
Senin sore, aku bibi-bibiku mengevakuasiku ke RSUD Bima menumpang mobil keluarga. Aku menikmati perjalanan itu, Bapak, paman n bibi mengekor dengan sepeda motor. Ternyata, kondisiku sudah parah. Lambungku sudah terinfeksi, itu penjelasan awal petugas UGD RSUD Bima. Saat itu, suasana ruangan sempit itu ramai oleh berbagai jenis Lakalantas 'khas' liburan Lebaran dan penyakit lainnya.
Untuk pertama kalinya aku diinfus. Duh, sakitnya luar biasa ketika jarum itu menusuk nadiku. Untungnya bisa ditemukan, karena jika gagal, urat nadi kepalaku yang harus diincar. Syukurlah.
Di UGD perawatan hanya sebentar saja, sekitar setengah janm. Aku dipindahkan ke ruangan lain dan terpaksa ditempatkan di ruangan kelas tiga, gabung dengan sekitar enam pasien seumurku. Maklum ruangan 'kelas rakyat'. Malam itu di ruangan VIP tak ada yang kosong dan baru ada keesokan harinya. Semalam di kelas tiga itulah pengalaman berharga, karena berbaur dengan teman-teman dalam strata ekonomi yang relatif miskin.
Atas usaha Bapak, aku dipindahkan ke VIP B ruangan Mawar keesokan harinya dengan fasilitas yang lebih baik. Para penungguku juga betah, karena bisa beristirahat lebih santai dengan privasi yang lebih terjaga.
Lima hari aku dirawat dengan 11 botol infus. Bapak bolak-balik mengurus administrasi, membeli obat, dan bekerja pada malam harinya. Ibu kerap menangis jika aku Muntaber. Air mata ekspresi kegusarannya, sekaligus bukti sahih kasih dan kecintaannya. Ibu paling peka terhadap hal-hal yang menyentuh, khas naluri keibuan. Bapak sebaliknya, lebih tegar dan rasional terhadap situasi.
Tanda-tanda kesembuhanku akhirnya muncul pada Rabu (23/9). Intensitas Muntaber-ku menurun signifikan. Hingga akhirnya Sabtu (26/9) siang dokter menyilakan check out. Selama dirawat, keluargaku silih berganti menjenguk dengan 'buah tangan' yang sama sekali tak bisa kunikmati. Justru menjadi incaran penunggu he..he..(blessing in disguise). Teman-teman Ortu-ku juga mengunjungiku, mereka bahkan bikin rujak di ruangan yang agak luas itu. Ramai deh...Di lingkungan VIP B, hanya aku yang paling kecil, semua pasien orangnya gede-gede. Pada saat tertentu, Bapak dan bibi membawaku keluar ruangan dengan tiang infus yang dipenuhi balon beraneka warna. Ada juga mobil mainan yang dibeli Ibu di pasar Raba.
Oh ya, selama dirawat ada empat pasien yang meninggal dunia sehingga menyebabkan suasana RSUD Bima ramai. Ya, ramai dengan keluarga korban dan tangis yang memecah kesunyian. Ibu, bibi Fitriah, dan nenek kerap mendatangi sekadar ingin mengetahui info.
Sekarang aku sudah kembali ke rumah, namun dalam kondisi yang belum sepenuhnya stabil. Kondisiku berangsur-angsur membaik. Pengalaman selama dibelit Muntaber itu menjadi pelajaran penting bagi perjalanan hidupku kelak. Kata perawat akan kuingat: Jangan pernah kembali lagi dalam status pasien...
Nah, segitu aja ceritaku selama menderita Muntaber.

Selasa, 15 September 2009

Pesona Sape


Om dan Tante pernah mengunjungi Kota Sape? Kalau belum, sayang rasanya. Pesona Sape tak kalah dengan wilayah lainnya. Beragam lokasi bisa dikunjungi sekadar untuk mnelepas kepenatan, penyegaran pikiran, dan bersantai bersama keluarga. Ada pantai Torowamba, Matamboko, bendungan Diwumoro, pasir putih (Sarae Bura), pantai Papa, areal pelabuhan Sape, Oi Lanco, dan lainnya.
Saat hari raya keagamaan, yang biasanya ada hari liburnya, lokasi itu ramai dikunjungi. Anak-anak muda biasanya mendominasi. Dulu sekitar tahun 80-an hingga awal 90-an, biasanya pihak sekolah SD mengagendakan pembagian rapor di lokasi wisata. Biasanya naik truk dalam suasana penuh kebahagiaan. Lagu-lagu heroisme dinyanyikan selama di atas truk. Pembelajaran nasionalisme tampaknya secara tak sadar kami terima. Sekarang piknik sambil terima rapor itu tak lagi ada, kalaupun ada hanya dilakukan oleh siswa sendiri dengan dana patungan.
Oh ya, ini ada foto Sarae Bura yang diambil dari blognya Om Abdul Munir, tetangga desa asal Raioi. Bapakku kenal keluarganya, terutama kakak2nya. Melihat Sarae Bura dengan hamparan bergelombang erotis, pasti bakal memicu rasa penasaran kan? Suatu saat aku juga ingin ke sana. Janjian yuk...

Doro Kabuju Sape


Doro (gunung) Kabuju menjulang saat memasuki kota Sape. Musim kemarau, terlihat tandus. Saat musim hujan pun, masih terlihat areal tertentu 'bopeng'. Kata Bapak, saat kecil dulu banyak memiliki pengalaman di situ. Kalau saat Lebaran, biasanya dulu hingga tahun 80-an, ada tradisi berburu babi (nggalo wawi) dengan peralatan tradisional seperti tombak. Jika momentum itu tiba, masyarakat sekitar ramai menontonnya dari bawah. Bentuk pegunungan yang terbuka, menyebabkan aksi para pemburu terlihat jelas. Kini tradisi itu tergerus jaman yang serba instan. Ada kegagalan regenerasi.
Doro itu juga adalah sumber kayu api bagi masyarakat sekitar. Bapak dan teman2nya serig naik gunung kalo sore hari dan hari libur. Maklum, anak lembah doro Kabuju (Aldoka, he..he..). Itung2 irit minyak kompor. Selain itu, bisa mencari garoso. Oh ya, di Doro ini pula aksi mistik juga kerap bisa diintip. Sebagian warga (biasanya Soro dan Bugis) memanfaatkannya untuk menyimpan (toho) sesajen untuk meminta sesuatu. Bapak mengaku suka berebutan ama teman2nya, ada pisang, ayam bakar, rokok, kue, dan lainnya. Pasti sang menyimpan mengira sudah dimaam penunggu. Bodoh amat! Kini wajah gunung itu berubah. Diklaim oleh banyak orang untuk dimanfaatkan.
Doro Kabuju juga ada sejarah Ina Nenggu dan Wadu Koka, letaknya berdekatan kok. Hanya sekitar 100 meter dari sekolah Bapak.
Kalo mau lihat datang saja ya...

Dua Nisan itu...


Prosesi penguburan kakek H Abdul Khalik, Selasa siang, ramai. Keluarga dan masyarakat sekitar bertakziah di rumah duka, Naru Barat. Suasana keharuan jelas memayungi. Kami larut dalam kedukaan. Sekitar pukul 09.00 Wita, mayat kakek dishalatkan di Langgar Babussalam yang diikuti banyak jamaah. Bapak juga ikut menyalati, bahkan mengangkat keranda meski hanya sebentar.
Bersama ibu, kami menuju pekuburan umum Sape di perbatasan Raioi-Parangina dengan sepeda motor Vario. Jaraknya nggak sampai satu kilometer. Suasana areal pekuburan panas banget. Ortuku tak membawa payung, tak terpikirkan sebelumnya.
Kata Bapak-Ibuku, kakek Khalik selalu mendoakan kalau aku sakit. Bahkan, beliu juga yang memotong kambing sembelihan saat selamatan akikahku dulu. Setelah prosesi penguburan selesai, bersama ortuku juga berdoa di makam HM Saleh, ortu kakekku HM Yasin. Amal dan ibadah mereka selama ini, berikut dukungan doa kami semoga saja melapangkan jalan menghadap-Nya. Semoga mereka damai di alam sana dan perpindahan kehidupan mereka menjadi ibrah bagi kami yang masih hidup. Apalagi, perjalanan hidupku masih-lah panjang (mudah-mudahan).

Senin, 14 September 2009

Selamat Jalan, Kakek...


Tubuh jangkung itu kini tak berdaya
Kaku, dibalut kain putih bersih
Senin siang dalam balutan Ramadan 1430 Hijriyah, kabar duka itu menghentak
Ia telah kembali kepada Sang Pemilik Hidup
Ia telah pergi menuju terminal yang lain
Satu siklus kehidupan anak manusia berakhir
Kefanaan hidup mewujud
Selamat jalan, Kakek...
Tangis pilu mengharu-biru
Memecah kesunyian
Menembus kanvas langit
Menyentuh kedalaman hati
Tapi, tak usah larut dalam duka
Sesungguhnya, ia menuju kesempurnaan hidup
Kitalah yang mesti memaknai guratan takdir ini
(Coretan atas wafatnya Kakek H Abdul Khalik, Senin 14 September/24 Ramadan 1430 Hijriyah di Naru Barat Kecamatan Sape Kabupaten Bima, NTB)

Jelang Berbuka Puasa


Mau tahu kondisi keramaian Kota Bima pekan ini? Sore hari, kendaraan roda dua dan roda empat berseliweran. Jalanan padat. Seperti yang terlihat di perempatan supermarket Lancar Jaya, jalan Sultan Kaharudin. Kabarnya, dalam acara Who Wants To Be A Milionare-nya RCTI beberapa tahun lalu, Bima menempati urutan tertinggi dalam kepemilikan sepada motor berdasarkan proporsi jumlah penduduk.
Tentu saja, kepadatan seperti sekarang ini harus diimbangi dengan penataan dan pengetatan aturan. Rambu-rambu lalulintas harus jelas. Demikian juga perlengkapan kendaraan atau pengendara. Apalagi, jumlah kasus pencurian kendaraan bermotor (Curanmor) selama Ramadan meningkat. Harus ada percepatan respons dari pemerintah daerah dan Polresta Bima.
Kepadatan itu juga memiliki aspek lain. Bisa jadi semacam 'ledakan konsumsi' masyarakat. Sore hari, menjelang berbuka puasa, banyak yang berbelanja beragam keperluan dan menu makanan-minuman. Ya, semoga keutamaan Ramadan tak lantas tertutup rapi oleh pemenuhan hasrat konsumsi dalam takaran yang berlebihan. Ingat "betapa banyak orang yang berpuasa (Ramadan), tetapi yang didapatnya hanya lapar dan dahaga". Semoga bukan termasuk kita. Amin...

Rabu, 09 September 2009

Messi, Pemain Bergaji Tertinggi di Dunia


Lionel Messi tidak perlu terus mengurung diri selepas negaranya Argentina dikalahkan Brasil di Kualifikasi Piala Dunia 2010. Pasalnya saat ia kembali ke Spanyol, Barcelona sudah menyiapkan kontrak baru untuknya.

Salah satu isi kontrak adalah Messi akan diberi kenaikan gaji menjadi 265 ribu Euro per pekan atau setara dengan Rp 3,8 miliar. Uang sebanyak itu akan terus jadi hak Messi hingga 2016

Seperti dilansir IM Scouting Minggu 6 September 2009, gaji ini menjadikan Messi sebagai pemain bergaji tertinggi di dunia. Namun ingat uang itu masih harus dipotong pajak. Dengan begitu Messi akan menerima gaji bersih sebesar 190 ribu per pekan atau sekira dengan Rp 2,7 miliar.

Meski sudah dipotong, jumlah ini menjadikan El Messiah -julukan Messi- memiliki gaji imbang dengan bintang-bintang Premier League. Seperti John Terry, Robinho, dan Emmanuel Adebayor.

Selain memperbarui kontrak El Messiah, Barca juga melakukan hal sama pada Andres Iniesta . Namun tidak dijelaskan berapa gaji Iniesta per pekan. Yang jelas di kontrak tersebut, keduanya memiliki buy out clause sebesar 200 juta Euro (Rp 2,9 triliun). (Vivanews, Minggu 6 September 2009)

Menggali Makna Nuzulul Quran


Al-Quran yang hingga kini dibaca oleh umat manusia dengan berbagai motif pembacaannya adalah (juga) al-Quran yang dahulu dibaca oleh Nabi Muhammad s.a.w. beserta para sahabatnya. Mungkn saja formatnya bisa terus berubah, dari sesuatu yang dihafal, ditulis di dalam lembaran-lembaran suci hingga terkopi menjadi kepingan CD, VCD dan DVD; Tetapi esensinya tetap satu: “firman Alah” , dengan fungsi utama yang sama: “petunjuk”, dengan berbagai perluasan maknanya. Pertanyaan pentingnya sekarang adalah: “kenapa al-Quran yang dahulu telah menjadikan Muhammad (Rasulllah) “uswah hasanah” (teladan yang baik), melahirkan Generasi Qur’ani — salafus shâlih — kini seolah tidak lagi mampu menjadi pelita bagi umat manusia, termasuk di dalamnya sekelompok orang yang mengaku menjadi pengikut Muhammad Sang Teladan?
Seorang intelektual dari belahan bumi Afrika — Muhammad Farid Esack – dalam bukunya yang berjudul: The Qur’an: A Short Introduction — menstratifikasi pembaca teks al-Quran – yang kemudian ia sebut pecinta— menjadi tiga tingkatan: pecinta tak kritis (the uncritical lover); pecinta ilmiah (the scholarly lover); dan pecinta kritis (the critical lover).
Menurut Esack, keindahan body of a beloved (baca: teks al-Quran) selalu diapresiasi para pecinta (baca: pembacanya) dengan berbagai bentuk. Sehingga, antara pecinta satu dengan pecinta lainnya memiliki cara berbeda dalam menilai dan memaknai Sang Kekasih (al-Quran).
Mengembangkan apa yang dipaparkan oleh Esack, dalam tulisan ini penulis mencoba untuk memaparkannya dalam versi yang sedikit berbeda.
Pertama, “pembaca awam”, yang oleh Esack disebut sebagai “pecinta tak kritis” (the uncritical lover). Mereka bisa dipilah menjadi dua pilahan. Kelompok pertama adalah: para pembaca al-Quran dengan tanpa bekal iman” dan ilmu, dan kelompok kedua adalah: para pembaca al-Quran yang hanya berbekal iman, tanpa ilmu yan memadai.
Pilahan pertama adalah para pembaca yang membaca al-Quran sebagai kegiatan sosio-kultural. Mereka sebenarnya bukan pecinta al-Quran, tetapi sekadar menikmati budaya-baca al-Quran. Orang ini biasanya membaca al-Quran pada acara-acara yang diselenggarakan hanya sekadar untuk membaca al-Quran. Misalnya: Yasinan, Tahlilan, Selamatan dan upacara-upacara adat lain yang seringkali tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelaksanaan syari’at Islam.
Karena mereka membaca al-Quran tanpa bekal iman dan ilmu, maka setelah membaca tidak pernah berbekas apa pun pada dirinya, kecuali “paket makanan” yang dibawa dari tempat-tempat pembacaan al-Quran. Tidak pernah ada perubahan apa pun, kecuali “puas” karena sempat berkumpul dan merasa sudah membaca al-Quran.
Pilahan kedua adalah para pembaca yang “membaca” al-Quran dengan bekal iman tanpa ilmu yang memadai. Orang yang menduduki level ini biasanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Kecantikan seorang kekasih telah “membutakan” mata hatinya, seakan tak ada sesuatu yang lain yang lebih layak dicintai daripada kekasihnya. Pecinta menilai, sekujur tubuh dan apa saja yang melekat pada tubuh sang kekasih itu indah, mempesona, dan sempurna.
Dalam konteks pembaca al-Quran, pecinta tak kritis selalu memuja-muja al-Quran. Al-Quran adalah segala-segalanya. Ia memperlakukukannya seperti permata berlian, tanpa pernah tahu apa manfaatnya. Baginya, al-Quran dianggapnya sebagai sebuah jawaban paripurna terhadap segala persoalan, tetapi ia tidak tahu bagaimana proses memperoleh atau membuat jawaban-jawaban tersebut. Ia hanya mengkonsumsi atau mendaur-ulang jawaban-jawaban al-Quran dari orang lain. Posisi pecinta ini ditempati oleh kaum mayoritas muslim; mereka memperlakukan al-Quran hanya sebatas bahan bacaan yang dilafalkan di ujung lidah. Mereka “bertadarus al-Quran”, seperti yang bisa disaksikan di banyak mesjid, mushalla, surau dan tempat-tempat tadarus al-Quran pada bulan Ramadhan.
Kedua, “para peminat studi al-Quran”, sekelompok orang yang suntuk berwacana dengan al-Quran, yang ia sebut sebagai “pecinta ilmiah” (the scholarly lover).
Pecinta tipe ini mengagumi segala keindahan yang dimiliki Sang Kekasih. Hal yang membedakannya dengan pecinta pertama adalah: “keberanian dan kecerdasannya untuk memaknai seluruh keindahan yang melekat pada tubuh Sang Kekasih”. Rasa kagumnya pada Sang Pujaan Hati tidak membuat dia mabuk kepayang, apalagi sampai lupa daratan.
Pecinta ilmiah (al-Quran) selalu merenung dan mempertanyakan kenapa al-Quran ini begitu indah dan mempesona, dan apa makna di balik keindahannya. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian ia jawab dengan segenap kemampuan ilmiahnya — yang ia miliki — dan kemudian dituangkan dalam bentuk – misalnya — karya tafsir dan pelbagai hasil kajian al-Quran lainnya. Dengan ungkapan lain, di samping ia selau merindukan kehadiran al-Quran, ia juga membaca, memahami, dan menafsirkan ayat-ayatnya dan berkarya ilmiahl dengan al-Quran yang telah ia baca dan (ia) cerna maknanya.
Para pecinta ini telah menghasilkan sejumlah karya ilmiah yang sungguh bermakna bagi pengembangan studi al-Quran, dan – oleh karenanya - patut disebut sebagai “Ilmuwan al-Quran”.
Ketiga, penggali makna dan pengamal kritis al-Quran, yang ia sebut sebagai “pecinta kritis” (the critical lover).
Pecinta yang ketiga ini adalah sekelompok orang yang terpikat pada Sang Kekasih, tetapi tidak menjadikannya “gelap mata”. Mereka gemar membaca, memahami, dan menafsirkan beberapa organ tubuh Sang Kekasih (al-Quran), Mereka mampu bersikap proporsional terhadap segala sesuatu yang menempel pada tubuh Sang Kekasih. Dan semua mereka lakukan demi rasa cintanya dan perhatian tulusnya pada Sang Kekasih.
Untuk mengetahui itu semua, para pecinta pada level ini – seolah-olah — rela “menikahi” Sang Kekasih (baca: al-Quran) dan memanfaatkan sebagai “kawan setia” untuk menggali memahami makna hidup dan memaknai hidupnya lebih dalam dari pada pecinta kedua (pecinta ilmiah).
Dengan metode seperti itu, para pecinta ini bisa berdialog dan berinteraksi dengan al-Quran, dan sekaligus mampu menyingkap segala misteri yang melingkupinya. Hasil dialog dan interaksinya itu kemudian mereka wujudkan bukan hanya dalam bentuk karya-ilmiah yang diasumsikan bisa menjawab persoalan zaman, bahkan menjadi bangunan “al-akhlâq al-karîmah” (akhlak mulia).
Pecinta jenis ketiga inilah yang pernah ada di zaman Rasulullah s.a.w., dan dicontohkan sendiri oleh Rasulullah s.a.w. bersama para sahabatnya. Dan oleh karenanya, tentu saja diharapkan selalu ada di setiap zaman. Termasuk di dalamnya: “kini” di belahan bumi Indonesia kita tercinta.
Mampukah warga ‘Aisyiyah memulainya, untuk menjadi yang pertama dan utama, pembaca al-Quran kelompok ketiga: “Pembaca-Kritis” yang mampu menggali makna al-Quran dan mengamalkannya,sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w. dan generasi “salafus shâlih?”
Insyâallâh. (Muhsin Hariyanto, Dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

‘Heboh Miras Penaraga’


Kasus pembongkaran lokasi penimbunan minuman keras (Miras) di Kelurahan Penaraga Kota Bima, Senin (7/9) siang, perlu ditilik dalam perspektif yang lebih serius. Aspek penekanannya kompleks. Ditengarai kepemilikan terbesar dalam sejarah Dana Mbojo, lokasi kejadian (locus delicti) di tengah pusat Kota Bima, sudah lama disorot, dan--ini yang paling sering dikaitkan oleh publik--terjadi saat Ramadan. Ya, kasus ini menjadi perbincangan hangat saat ini dan semua pandangan mata dan tumpahan perhatian mengarah kepada satu hal: bagaimana aparat Polresta Bima menanganinya.
Kita harapkan, di tengah tatapan mata publik dan tingkat ekspektasi mereka yang tinggi, aparat mampu membahasakannya dalam penanganan yang transparan, tegas, cepat, dan tanpa kompromi. Masalahnya, seperti pengakuan warga, aroma bisnis haram itu sudah lama diendus dan dilaporkan, namun baru sekarang dalam respons yang memadai. Keberanian pelaku membisniskannya di tengah pemukiman warga dan--maaf--tumpulnya fungsi intelejen, adalah pertanyaan lain yang secara kolektif harus diajukan.
Aparat Kepolisian diharapkan lebih peka, tak hanya memroses ‘kaki tangan’, tetapi masuk dalam pusaran inti objek. Penimbun atau pemiliknyalah yang harus diseret secara hukum untuk dimintai pertanggungjawabannya. Inilah yang dituntut publik hari ini. Kecepatan respons aparat, jangan sampai kalah dengan semangat masyarakat sekitar, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kelompok anti-Miras.
Kecepatan respons ini pula yang bisa meredam kemungkinan militansi reaksi berlebihan dari komponen masyarakat tertentu dan mengurangi kecurigaan keterlibatan oknum tertentu di belakangnya. Dalam persepsi publik Indonesia, sudah lama terbangun opini, bahwa acapkali Miras dan sejenisnya menjadi sumber ekonomi sampingan bagi mereka yang punya kekuatan memanfaatkannya. Nah, dalam konteks Dana Mbojo, kecurigaan inilah yang harus dikikis.
Dalam perspektif yang lebih luas, ketegasan aparat hukum dalam penanganan ‘heboh Miras Penaraga’ ini sesungguhnya bagian utuh dari penyelamatan generasi Mbojo. Betapa banyak generasi Mbojo terjerembab dalam kesia-sian tindakan, karena pengaruh Miras. Rantai itu harus diputus!
Nah, bagaimana kasus ‘heboh Miras Penaraga’ ini ditangani Polresta Bima? Mari kita pelototi bersama. (*)

Senin, 07 September 2009

Klasifikasi Manusia di Bulan Ramadhan


Berkaitan dengan bulan Ramadhan, manusia terbagi menjadi beberapa macam:
PERTAMA
Kelompok yang menunggu kedatangan bulan ini dengan penuh kesabaran. Ia bertambah gembira dengan kedatangannya,hingga ia pun menyingsingkan lengan dan bersungguh-sungguh mengerjakan segala macam bentuk ibadah seperti; puasa, shalat, sedekah, dan lain sebagainya. Ini merupakan kelompok yang terbaik.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menuturkan,
“Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah orang paling berderma. Namun, beliau lebih berderma lagi pada bulan Ramadhan, ketika beliau selalu ditemui Jibril.Setiap malam pada bulan Ramadhan, Jibril menemui beliau hingga akhir bulan. Nabi shallallahu alaihi wa sallam membacakan Al-Quran kepadanya. Bila beliau bertemu Jibril,beliau lebih berderma daripada angin yang bertiup.” 1
KEDUA
Kelompok yang sejak bulan Ramadhan datang sampai berlalu, keadaan mereka tetap saja seperti sebelum Ramadhan. Mereka tidak terpengaruh oleh bulan puasa itu serta tidak bertambah senang atau bersegera dalam hal kebaikan. Kelompok ini adalah orang-orang yang menyia-nyiakan keuntungan besar yang nilainya tidak bisa diukur dengan apa pun. Sebab, seorang muslim akan bertambah semangatnya pada waktu-waktu yang banyak terdapat kebaikan dan pahala di dalamnya.
KETIGA
Kelompok yang tidak mengenal Allah, kecuali pada bulan Ramadhan saja.Bila bulan Ramadhan datang Anda dapat melihat mereka ikut rukuk dan sujud dalam shalat. Tetapi, bila Ramadhan berakhir, mereka kembali berbuat maksiat seperti semula.Mereka adalah kaum yang disebutkan kepada Imam Ahmad dan Al-Fudhail bin Iyadh dan keduanya berkata, “Mereka adalah seburuk-buruk kaum lantaran tidak mengenal Allah kecuali pada bulan Ramadhan.”
Karena itu, setiap orang yang termasuk dalam kelompok ini semestinya tahu bahwa ia telah menipu dirinya sendiri dengan perbuatannya tersebut. Setan pun juga memperoleh keuntungan besar darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Setan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.” (Muhammad: 25)
Sebagai bentuk ajakan dan peringatan untuk kelompok seperti mereka, hendaklah mereka bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat. Kami menghimbau agar mereka memanfaatkan bulan ini untuk kembali dan tunduk ke pada Allah serta meminta ampun dan meninggalkan perbuatan buruk yang telah lalu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan sesungguhnya, Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar.” (Thaha 20: 82)
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”
(Al-Furqan : 70)
Bila Allah telah mengetahui ketulusan dan keikhlasan mereka, maka Dia akan memaafkan mereka sebagaimana yang Dia janjikan. Karena, Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. Namun, bila mereka tetap saja berbuat maksiat, maka kita harus mengingatkan perbuatan mereka, dan menyampaikan bahwa mereka dalam bahaya besar. Bahaya macam apalagi yang lebih besar daripada meremehkan kewajiban, batasan-batasan, perintah, dan larangan-Nya.
KEEMPAT
Kelompok yang hanya perutnya saja yang berpuasa dari segala macam makanan, namun tidak menahan diri dari selain itu. Anda akan melihatnya sebagai orang yang paling tidak berselera terhadap makanan dan minuman. Akan tetapi, mereka tidak merasa gerah ketika mendengar kemungkaran, ghibah, adu domba, dan penghinaan. Bahkan, inilah kebiasaannya pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya.
Kepada orang-orang seperti ini, perlu kita sampaikan bahwa kemaksiatan pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya itu diharamkan, tetapi lebih diharamkan lagi pada bulan Ramadhan, menurut pendapat sebagian ulama. Dengan kemaksiatan tersebut berarti mereka telah menodai puasa dan menyia-nyiakan pahala yang banyak.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka tidak ada kebutuhan bagi Allah dalam diri orang yang meninggalkan makanan dan minumannya.” 2
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:
“Puasa itu bukan sekedar menahan makan dan minum, tetapi puasa itu adalah meninggalkan perbuatan sia-sia dan perkataan keji.” 3
KELIMA
Kelompok yang menjadikan siang hari untuk tidur, sedangkan malam harinya untuk begadang dan main-main belaka. Mereka tidak memanfaatkan siangnya untuk berdzikir dan berbuat kebaikan, tidak pula membersihkan malamnya dari hal-hal yang diharamkan.
Kepada orang-orang seperti ini perlu kita sampaikan agar mereka takutlah kepada Allah berkenaan dengan diri mereka. Janganlah menyia-nyiakan kebaikan yang datang kepada mereka. Mereka telah hidup sejahtera dan makmur. Hendaklah mereka bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha dan dan bergembira dengan berita dari Allah yang menyenangkan.
KEENAM
Kelompok yang tidak mengenal Allah pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan lainnya. Mereka adalah kelompok yang paling buruk dan berbahaya. Anda akan melihat mereka tidak memperhatikan shalat atau puasa. Mereka meninggalkan kewajiban itu secara sengaja, padahal kondisinya sehat dan segar bugar. Setelah itu mereka mengaku sebagai orang Islam. Padahal, Islam sangat jauh dari mereka, bagaikan jauhnya Barat dan Timur. Orang-orang Islam pun berlepas diri dari mereka.Kepada orang-orang semacam ini perlu dikatakan,
”Segeralah bertaubat dan kembalilah kepada agama kalian. Lipatlah lembaran hitam hidup kalian. Sesunguhnya, Rabb kalian Maha penyayang kepada siapa saja yang mentaati-Nya, dan sangat keras siksanya kepada orang yang mendurhakai-Nya.”
Demikianlah, klasifikasi manusia secara global berkaitan dengan bulan Ramadhan. Meski mungkin sebagian kelompok masuk pada pada kelompok lainnya, namun ini perlu dijelaskan.

Catatan kaki:
HR. Bukhari [©!]
Hr. Bukhari dan Abu Dawud [©!]
HR. Ibnu Hibban [©!]

(August 28, 2009@2:39 am). Dketik ulang oleh Sutikno dari buku “Jangan Biarkan Puasa Anda Sia-Sia!”, Penyusun Syaikh Abdul Aziz As Sadhan, terbitan ‘Qiblatuna-Solo’ halaman 25-29*

Minggu, 06 September 2009

Saat Ayah Meredakan Tangis Bayi


Ibu yang menenangkan bayi sedang menangis adalah wajar karena hampir semua bayi dekat dengan ibunya. Tapi terkadang sang ayah justru lebih jago dalam hal menenangkan bayi yang menangis. Apa rahasianya?
Biasanya para ayah memiliki tips dan trik khusus dalam hal mengatasi bayi yang menangis. Jadi meski sibuk di urusan kantor, ayah juga sebenarnya mampu mendiamkan tangisan anak. Tapi masalahnya banyak ayah yang tidak mau terlibat dengan masalah bayi menangis.
Sementara si bayi kadang takjub melihat cara ayah mendiamkan tangisannya. Ayah kadang lebih atraktif dari gayanya menggendong, mengangkat-angkat, mimik wajah hingga suaranya yang membuat si bayi sangat terkesan. Berikut adalah beberapa cara yang digunakan ayah untuk mengatasi tangisan sang bayi, seperti dikutip dari Babycenter, Jumat (4/9/2009):
Merasakan apa yang bayi rasakan. Seorang ayah biasanya tahu atau bisa menemukan darimana sumber sakit sang bayi. Mungkin hal ini terdengar tidak masuk akal, tapi kadang akal sehat ditinggalkan untuk mengatasi sesuatu.
Menggendong dan mengayun-ayunkan. Bayi sangat suka sekali dengan gerakan-gerakan dan seorang ayah paling jago dalam hal membuat mengayun-ayunkan. Pada saat tersebut bayi akan merasa tenang dan tahu bahwa ada sang ayah yang akan melindunginya.
Menghindari meletakkan di tempat tidur. Caranya dengan meletakkan bayi di bahu dan melingkarkan tangan mungilnya di leher sang ayah. Kemudian ayah akan bergerak perlahan-lahan ke depan, belakang dan kadang berputar-putar pelan. Saat seperti itu bayi akan merasa seperti terbang, namun tidak akan merasa takut karena ada sang ayah yang menggenggam dengan bayi dengan aman.
Mengeluarkan suara dan membuat wajah lucu. Ayah pandai sekali mengubah-ubah mimik wajahnya sambil mengeluarkan suara yang lucu, sehingga akan mengubah tangisan bayi menjadi suara cekikikan yang menggemaskan. Trik ini bisa dengan cara meletakkan sesuatu di atas kepala dan menjatuhkannya sambil berkata, “Oh tidak, mereka jatuh lagi,” dengan mimik wajah yang lucu.
Menggendong dan bernyanyi. Cara ini mungkin lebih mudah dibandingkan dengan cara lainnya. Ayah bisa menggendong sang bayi sambil menyanyikan lagu-lagu yang menenangkan seperti nina bobo atau lagu anak-anak lainnya.
Meletakkan bayi di tubuh sang ayah. Taruh sang bayi di atas tubuh ayahnya, maka bayi akan merasa tenang dan damai. Bayi akan merasakan detak jantung, merasakan hembusan napas sang ayah dan bisa sesekali digoyang-goyangkan. Cara ini juga efektif untuk menidurkan bayi.
Untuk itu jangan anggap remeh peran seorang ayah, karena dalam hal tertentu ayah mungkin bisa melakukan sesuatu lebih baik dari siapapun. Dan ayah pastinya memiliki cara tersendiri untuk menenangkan tangisan sang anak. (Vera Farah Bararah-detikHealth)

Perlukah Memukul Pantat Anak?


Mengurus anak memang bukan pekerjaan gampang. Emosi orangtua seperti dikocok-kocok jika si anak mulai tidak disiplin, bermain hal-hal bahaya atau mengeluarkan kata-kata kotor.
Banyak orangtua memilih hukuman pukulan pantat untuk membuat anak jera karena menganggap pantat bagian paling tidak berbahaya? Tapi masih perlukah hukuman pantat? Apa benar hukuman pukulan pantat cukup efektif?
Banyak orangtua berpikir ketimbang memukul atau mencubit, hukuman pantat lebih aman karena pantat lebih empuk dan kalaupun dipukul hanya akan terasa sakit sebentar.
Tapi jangan salah, hukuman fisik apapun itu, pukulan pantat, sentil kuping atau mencubit tetap saja mengenai saraf otot atau saraf kulit. Apalagi sampai mencubit telinga disana ada sensor keseimbangan tubuh.
Psikolog dan pendidik anak, Foster W Cline MD dan Jim Fay dalam bukunya Parenting with Love and Logic: Teaching Children Responsibility seperti dikutip Minggu (6/9/2009) melihat hukuman pantat yang selama ini dianggap sebagai hukuman fisik paling ringan sangat tidak efektif diberikan.
Ketika orangtua kaget bercampur takut melihat anaknya bermain pisau atau colokan listrik, saking cemasnya orangtua biasanya langsung bereaksi cepat. “Mama bilang jangan main pisau, kamu bandel ya”, sambil memukul pantat anak.
Si anak biasanya akan langsung diam. Yang ada di pikiran anak setelah pantatnya dipukul masalah selesai. Jadi jika dia bermain pisau lagi paling akan dipukul pantatnya setelah itu tidak ada lagi masalah.
Pukulan pantat memang lebih mudah karena anak kecil diberi rasa sakit sebentar kemudian dilepaskan dari kesalahannya. Foster dan Jim menilai hukuman pukulan pantat atau fisik lainnya tidak mengajarkan anak menjalani hidup dengan konsekuensi atas perbuatannya. Padahal anak cukup cerdas menyadari hukuman pukulan pantat adalah cara melepaskan diri dari kesalahan. Sebaiknya anak harus lebih dulu memikirkan masalah yang mereka perbuat.
Orangtua juga memberi tahu batasan apa yang boleh dilakukan dan menunjukkan pada anak tindakannya akan sangat merugikan dengan kalimat yang mengajak anak berpikir seperti “Coba kamu pikir kalau kamu terkena pisau kamu akan terluka, kamu akan sakit dan kamu tidak akan bisa bermain dengan temanmu”.
Anak juga biasanya cukup takut dengan hanya melihat raut muka orangtua yang serius atau membelalakkan matanya. Sebisa mungkin hindari anak dari hukuman fisik agar tidak meninggalkan trauma ketika ia dewasa.
Ada beberapa alasan kenapa sebaiknya orangtua menghindari pukulan pantat atau hukuman fisik lainnya:
Mengajarkan konsekuensi yang logis jauh lebih kuat pengaruh yang tertanam pada pikiran anak ketimbang memukul pantat sehingga anak akan menyadari perbuatan tersebut salah karena ada risikonya.
Pukulan di pantat terbukti gagal mengajarkan perilaku yang diinginkan orangtua. Anak malah berupaya coba-coba lagi mengulangi kesalahannya.
Kebanyakan anak lebih suka menerima pukulan di pantat ketimbang memikirkan tindakan mereka yang keliru.
Riset juga menunjukkan pukulan pantat mempunyai banyak efek samping negatif, seperti kemarahan, kebencian, balas dendam. (Irna Gustia-detikHealth)

Rabu, 02 September 2009

Ponsel Terbukti Picu Tumor Otak


Isu bahaya ponsel bagi otak memang pernah ramai dibicarakan, namun belum ada studi yang membuktikannya kala itu. Kini, para peneliti di Inggris dan Amerika membenarkan hal tersebut. Handphone adalah satu dari penyebab tumor otak.
Berdasarkan studi yang dipublikasikan dalam beberapa jurnal di Amerika dan Inggris tersebut, diungkapkan bahaya telepon genggam memang terbukti berbahaya untuk otak, terutama anak-anak.
Sebanyak 13 negara telah mendapatkan laporan studi tersebut. Studi yang dipelopori dan didanai oleh Telecom itu sudah berjalan selama bertahun-tahun sejak dimulainya tahun 1999. Tujuannya adalah untuk membuktikan adakah pengaruhnya antara ponsel dan tumor otak.
Dalam laporan Powerwatch and the Radiation Research Trust di Inggris dan EMR Policy Institute di Amerika itu, para peneliti mengatakan bahwa gelombang radiasi yang terpancar dari ponsel memang jadi faktor pemicu tumor otak, terutama anak-anak dan orang dewasa yang rentan terkena penyakit.
“Penelitian tentang pengaruh radiasi ponsel terhadap kesehatan manusia adalah studi terlama dan terbesar yang pernah saya jalani yang melibatkan 4 miliar partisipan,” ujar Lloyd Morgan, pimpinan studi yang juga anggota Bioelectromagnetics Society, seperti dikutip dari Huffington Post, Rabu (2/9/2009).
Lamanya studi itu dikarenakan tumor tidak tumbuh dalam waktu singkat, butuh waktu bertahun-tahun hingga seseorang terbukti memiliki tumor.
Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa telepon genggam memang faktor penyebab tumor otak. “Masyarakat dan publik harus tahu hal ini. Bahkan, tidak hanya tumor otak, kanker mata, kelenjar ludah, kanker testis dan leukimia pun menjadi ancaman selanjutnya dari ponsel,” ujar Morgan.
Para ilmuwan dari berbagai universitas dan institusi kesehatan yang berkumpul dalam seminar “Cellphones and Brain Tumors: 15 Reasons for Concern” pun akhirnya setuju bahwa ponsel memang terbukti memicu tumor otak dan sebaiknya seseorang mengurangi intensitas yang berhubungan dengan ponsel, tidak berlama-lama menelepon, dan menjauhkannya ketika sedang tidur.
Namun, saat ini, saat jaman serba teknologi dan cepat, ponsel sudah menjadi barang wajib yang harus dimiliki setiap orang, bahkan anak-anak sekalipun. Mungkinkah menjauhkan ponsel dari kehidupan sehari-hari? (Nurul Ulfah/detikHealth)

Perlukah Anak Diberi Uang Saku?


Orang tua terkadang bingung apakah anaknya perlu diberi uang saku atau tidak? Karena banyak anak yang menggunakan uang saku tersebut untuk membeli makanan yang tidak bergizi atau hal yang tidak berguna. Sebaiknya orang tua membedakan antara uang saku dengan uang jajan.
Pengertian uang saku untuk anak-anak berbeda dengan uang jajan. Uang saku adalah uang yang diberikan oleh orang tua dengan perencanaan uang tersebut digunakan seperti untuk transportasi atau tabungan anak. Uang jajan adalah uang yang diberikan kepada anak untuk membeli jajanan berupa makanan dan minuman selama berada di luar rumah.
“Untuk situasi sekarang di mana iklan banyak beredar dan perkembangan makanan yang beragam, penting untuk memberikan anak uang saku tapi dengan jumlah yang disesuaikan untuk kebutuhan anak,” ujar Elly Risma Musa, Psi dari Brawijaya Women and Children Hospital saat dihubungi detikHealth, Rabu (2/9/2009).
Penting untuk memperhatikan jumlah uang saku anak-anak, karena sebagian besar jajanan yang dijual bebas di sekitar sekolah adalah makanan dan minuman yang tidak layak untuk dikonsumsi. Jajanan tersebut biasanya mengandung zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan anak nantinya.
Elly menambahkan bagaimana cara anak mengatur uang sakunya akan berdampak terhadap gaya hidup anak nantinya. Jika anak sudah dibiasakan untuk menabung sejak kecil, maka kebiasaan tersebut akan terus terbawa hingga dirinya dewasa. Yang terpenting adalah memberikan pengertian kepada anak mengenai kegunaan dari uang saku ini dan berikan fasilitas bagi anak untuk menabung yaitu dengan menyediakan kotak tabungan.
Orang tua tidak perlu setiap hari mengecek apakah anaknya sudah menabung atau belum, kalau anak sudah diberi pengertian kegunaan dari menabung untuk apa maka anak akan dengan sendirinya menabung.
Elly memberikan beberapa tips yang bisa dilakukan orang tua dalam memberikan uang saku kepada anaknya:
Lihat jajanan apa yang diinginkan oleh sang anak sehingga bisa tahu berapa kebutuhan sang anak.
Lihat juga transportasi apa yang digunakan oleh anak untuk pergi dan pulang sekolah.
Jika anak sudah makan makanan yang mengenyangkan dan membawa bekal, maka beri pengertian kepada anak untuk menabung.
Beri tahu anak bagaimana caranya mengatur uang sakunya.
Beritahu anak makanan dan minuman apa saja yang boleh dikonsumsi dan yang tidak layak untuk dikonsumsi, serta ajarkan anak untuk selalu membaca kandungan dari jajanan tersebut.
“Kuncinya adalah jangan pernah membicarakan masalah keuangan di atas meja makan jika anaknya berusia di bawah 6 tahun. Karena akan mempengaruhi gaya hidup keuangan sang anak,” ujar psikolog lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. (detikHealth)

Enam Tanda Cinta Anak pada Ibunya


Banyak cara yang bisa dilakukan orang untuk menunjukkan rasa cintanya termasuk anak-anak. Anak-anak bisa melakukan apa saja sebagai bukti rasa cintanya terhadap sang ibu. Mau tahu apa saja tanda anak mencintai ibunya?
Tidak ada satupun di dunia ini seorang anak yang tidak mencintai ibunya, karena begitu besar perjuangan sang ibu dari sebelum melahirkan hingga melahirkan sang anak. Ada anak yang mengungkapkan langsung perasaan cintanya terhadap ibu, tapi ada juga yang mengatakannya lewat berbagai macam perbuatan.
Kadang ibu tidak tahu bahwa perbuatan tersebut adalah bukti cinta sang anak terhadap ibunya. Ini dia beberapa tanda cinta sang anak terhadap ibunya, seperti dikutip dari Babycenter, Rabu (2/9/2009):
Bayi yang baru lahir menatap mata ibunya, sang bayi berusaha keras untuk mengingat wajah ibunya. Bayi yang baru lahir tidak mengerti mengenai hal yang lain di dunia ini, tapi bayi tahu bahwa ibunya adalah seorang yang penting untuknya.
Bayi memikirkan sang ibu saat tidak ada di sampingnya. Bayi yang berusia 8 sampai 12 bulan mulai menunjukkan ekspresi wajahnya, saat ibunya tidak ada di dekatnya bayi akan mencari-cari dan tersenyum kembali saat melihat ibunya.
Anak yang baru bisa berjalan, akan berlari ke arah ibunya saat jatuh atau merasa sedih. Anak kecil ini mungkin tidak terlalu mengerti dengan kata-kata “Aku cinta kamu” tapi apa yang dilakukannya bisa mengartikan lebih dari kata-kata tersebut.
Anak memberikan bunga yang baru dipetiknya, gambar hati dari tulisan tangannya sendiri atau memberikan sesuatu yang lain sebagai tanda bahwa anak menyayangi ibunya melalui suatu pemberian.
Anak meminta izin kepada ibunya setiap melakukan sesuatu. Perlakuan ini menunjukkan bahwa anak akan menuruti apa yang dikatakan sang ibu dan mulai bisa diajak kerja sama.
Anak menceritakan mengenai rahasianya kepada sang ibu, seperti hal memalukan yang dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa anak percaya pada ibunya dan tidak malu untuk menceritakan apapun yang terjadi pada dirinya serta tidak malu untuk berpelukan dengan sang ibu di muka umum.
Jika anak Anda melakukan salah satu hal tersebut di atas, berarti itu bukti bahwa sang anak mencintai ibunya. Anak-anak mungkin belum mengerti apa artinya cinta dan sayang, tapi anak tahu bagaimana menunjukkan tanda bahwa sang ibu sangat berarti baginya. (Vera Farah Bararah/detikHealth)